Tersedia dalam bahasa-bahasa berikut ini:
English edition Dutch edition German edition Polish edition Italian edition Brazilian edition French edition Serbian edition Swedish edition Indonesian edition Ukrainian edition Spanish edition Albanian edition Hungarian edition Macedonian edition Slovenian edition Chinese edition Russian edition Finnish edition Slovak edition
"Sudah membacanya. Luar biasa. Hebat. Selamat."
Hans-Hermann Hoppe, penulis 'Demokrasi: Tuhan yang Gagal'

Mitos 11 - Orang-orang mendapatkan apa yang mereka inginkan dalam demokrasi




Ide dasar dibalik demokrasi adalah bahwa rakyat mendapatkan apa yang mereka inginkan. Atau setidaknya, apa yang diinginkan mayoritas. Dengan kata lain, kita mungkin mengeluh tentang hasil dari sistem demokrasi kita, tapi pada akhirnya apa yang kita miliki sekarang adalah yang kita inginkan, karena kita memilih itu secara demokratis.

Kedengarannya bagus dalam teori, namun kenyataannya berbeda. Misalnya, kita dapat mengasumsikan bahwa setiap orang mendukung pendidikan yang lebih baik. Namun kita tidak mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Malah yang kita dapatkan adalah guru yang dilecehkan, kekerasan di sekolah, sekolah sebagai pabrik pembelajaran, siswa yang tidak mampu lagi membaca, menulis dan berhitung. Tapi bukan pendidikan yang lebih baik.

Bagaimana ini bisa terjadi? Bukanlah karena kurangnya demokrasi, sebaliknya, itu adalah hasil dari cara kerja sistem demokrasi. Kenyataan bahwa pendidikan dikelola melalui sistem demokrasi berarti bahwa politisi dan birokrat mendikte aturan pendidikan dan seberapa banyak uang dihabiskan untuknya. Ini berarti bahwa peran orang tua, guru dan siswa untuk memilih sendiri diminimalkan. Intervensi/campur tangan negara berarti bahwa sekolah dan universitas dibanjiri dengan rencana-rencana, persyaratan, aturan dan peraturan dari Departemen Pendidikan. Birokratisasi ini membuat pendidikan tidak lebih baik tapi lebih buruk.

Ketika rakyat kemudian mengeluh tentang kualitas pendidikan, politisi merespon dengan menerapkan bahkan lebih banyak peraturan. Apa lagi yang mereka bisa lakukan? Ide bahwa mereka harus mengakhiri campur tangan mereka, tidak masuk dalam pikiran politisi dan birokrat. Jika mereka berhenti ikut campur, mereka secara implisit mengakui bahwa mereka tidak diperlukan atau bahkan kontraproduktif, yang tentu saja tidak akan pernah mereka lakukan. Tindakan ini tidak sesuai dengan kepentingan mereka.

Peraturan baru ini membuat masalahnya lebih buruk karena mereka lebih membatasi peran siswa, orang tua dan guru. Mereka juga menyebabkan lebih banyak birokrasi dan sering membuat insentif yang sesat. Misalnya, di Belanda sekolah-sekolah diperlukan oleh birokrat untuk mengajar jumlah minimum jam, seolah-olah untuk menjamin kualitas pendidikan. Tapi ini tidak mengatasi kekurangan guru sekolah, sehingga sekolah-sekolah digiring untuk memaksa siswa-siswa duduk di kelas tanpa melakukan apa-apa selama berjam-jam. Maka tidak mengherankan bila pemerintah akan mencoba untuk mengelola berdasarkan data angka. Satu-satunya yang dapat diukur dari kejauhan adalah kuantitas. Kualitas terlihat hanya oleh yang terlibat langsung.

Sistem demokrasi dapat dibandingkan dengan pabrik-pabrik negara di bekas Uni Soviet. Mereka dikontrol dan dikelola pusat atas dasar angka. Meskipun (atau lebih tepatnya karena) mereka mendapat semua perhatian dari Negara, kualitas produksi buruk. Tidak ada mobil komunis yang bisa bersaing dengan mobil perusahaan pribadi. Ini karena produksi dikendalikan oleh birokrat, bukan konsumen. Bagaimana birokrat bisa tahu apa yang konsumen inginkan? Dan birokrat punya insentif apa untuk memperbaiki diri?

Perencanaan sentral di Uni Soviet hampir tidak menyebabkan inovasi teknologi atau budaya. Berapa banyak penemuan yang dibuat di negara-negara komunis? Kualitas dan inovasi adalah hasil dari persaingan dan pilihan, bukan dari kontrol pusat dan pemaksaan negara. Jika perusahaan swasta ingin bertahan hidup, dia harus bersaing melalui penurunan harga mereka sebanyak mungkin, atau melalui inovasi atau kualitas yang lebih baik atau layanan yang lebih baik. Badan usaha milik negara (BUMN) tidak memiliki insentif seperti itu, karena mereka didukung oleh uang pemerintah.

Karena sistem pendidikan kita (sebagian) diselenggarakan melalui sistem demokrasi, sistem itu adalah (sejauh itu) produk negara, sehingga mirip dengan pabrik milik negara di Uni Soviet. Kebetulan, contoh ini menunjukkan bagaimana demokrasi pasti akan mengarah ke sosialisme. Pasar bebas tidak berfungsi melalui proses demokratis. Namun dalam arti tertentu, pasar bebas lebih 'demokratis' daripada demokrasi sendiri karena warga dapat membuat pilihan mereka sendiri daripada pemerintah memilihkan untuk mereka.

Apa yang berlaku untuk pendidikan juga berlaku untuk sektor-sektor lain yang dikendalikan secara demokratis, seperti perawatan kesehatan dan pengendalian kejahatan. Kebanyakan orang menginginkan perlindungan yang lebih baik dari kejahatan. Namun demokrasi tidak memberikan apa yang rakyat inginkan. Rakyat memilih politisi yang berjanji untuk memerangi kejahatan, tapi hasilnya biasanya malah lebih banyak ketidakamanan dan kejahatan, bukannya kurang.

Di Belanda, kejahatan per orang meningkat enam kali antara 1961 dan 2001 dan setiap tahun 700.000 tindak pidana yang dilaporkan tetap tidak diselidiki. Dalam banyak kasus (setidaknya 100.000), polisi mengetahui pelaku, tetapi mereka tidak menindaklanjuti kasus tersebut karena mereka tidak memiliki waktu atau tidak peduli. Petugas polisi harus menghabiskan sebagian besar waktu mereka pada pekerjaan di atas kertas. Namun, mereka masih ada waktu untuk menutup perkebunan ganja dan mendenda orang karena pelanggaran lalu lintas ringan.

Kinerja buruk polisi merupakan akibat langsung dari pengendalian kinerja itu secara demokratis. Polisi telah diberi hak monopoli dalam penegakan hukum. Semua orang memahami bahwa jika ExxonMobil diberi hak monopoli di pasar minyak, harga bensin akan naik dan kualitas layanannya akan menurun. Hal yang sama berlaku untuk polisi. Polisi adalah sebuah organisasi yang menerima lebih banyak uang kalau jumlah penjahat yang ditangkap turun. Jika polisi berhasil dalam pengurangan kejahatan anggaran mereka akan dipotong dan polisi akan kehilangan pekerjaan mereka. Hal yang sama berlaku untuk semua organisasi pemerintah. Anda bahkan tidak bisa menyalahkan orang-orang yang bekerja dalam sistem ini. Hanya yang paling rajin dan paling bermoral akan berperilaku berbeda, mengingat insentif negatif dari sistemnya.

Meskipun polisi tidak pandai menangkap penjahat, mereka sangat terampil dengan satu hal: mengisi formulir. Siapa pun yang pernah melaporkan kejahatan bisa bersaksi untuk ini. Anda tidak bisa menyalahkan mereka - mereka terus-menerus dibanjiri dengan aturan baru yang harus mereka patuhi. Di Belanda, dari 7000 petugas polisi tambahan yang mulai bekerja antara tahun 2005 dan 2009, hanya 127 akhirnya yang aktif di jalan melakukan pekerjaan mereka. Menurut polisi, ini adalah hasil dari beban kerja birokrasi besar yang diciptakan oleh peraturan pemerintah.

Keadaan ini menjadi lebih buruk, polisi mendapat semakin banyak - bukan semakin sedikit - kekuatan. Hal ini terutama berlaku di AS, setelah serangan 9/11, di mana organisasi penegakan hukum telah diberi kekuasaan makin besar-- meskipun ini masih disangsikan--, seperti pemeriksaan badan di bandara untuk mencegah kejahatan, hak penyadapan telepon, menyiksa tersangka teroris dan mengabaikan perlindungan hukum warga negara yang dulu dianggap hal yang lumrah, seperti surat perintah penangkapan atau pelepasan dari penangkapan yang melanggar hukum.

Kenyataan bahwa pendidikan dikelola melalui sistem demokrasi berarti bahwa politisi dan birokrat mendikte aturan pendidikan dan berapa banyak uang dihabiskan untuk itu.

Apakah ada pilihan bagi kita selain mendapat keamanan top-down yang dipaksakan pada kita? Tentu saja. Pilihannya adalah bahwa individu, bisnis, lingkungan dan kota mendapatkan kesempatan lebih besar mengontrol keamanan mereka sendiri. Monopoli polisi harus diganti dengan persaingan di antara perusahaan keamanan swasta. Seharusnya rakyat tidak dipaksa lagi untuk membayar pajak untuk polisi pemerintah dan diperbolehkan untuk menyewa perusahaan keamanan swasta. Ini akan menurunkan harga dan meningkatkan kualitas. Bahkan sekarang, sektor keamanan swasta tumbuh pesat karena rakyat semakin menyadari bahwa mereka tidak bisa mengandalkan polisi untuk perlindungannya.

Apa yang berlaku untuk pendidikan dan polisi, juga berlaku untuk sektor 'publik' lain, seperti perawatan kesehatan. Sekali lagi, di bidang ini kontrol demokratis menyebabkan kualitas yang rendah dan biaya yang tinggi. Kita hanya bisa membayangkan inovasi yang akan terjadi dalam perawatan kesehatan jika itu benar-benar menjadi bagian dari pasar bebas.

Faktanya adalah bahwa rakyat biasanya tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan dalam demokrasi. Prinsip demokrasi ‘satu ukuran cocok untuk semua’ mengarah ke sentralisasi, birokrasi dan monopoli (semua ini karakteristik sosialisme). Ini pasti akan mengarah pada kualitas yang buruk dan biaya yang tinggi.

Jika Anda perlu bukti bahwa demokrasi tidak memenuhi janjinya, anggaplah bahwa pada setiap pemilu, politisi mengakui bahwa pemerintah telah membuat kekacauan. Setiap kali mereka berjanji akan mengubah segalanya - pendidikan, keselamatan, kesehatan, dan sebagainya - menjadi lebih baik. Tapi mereka selalu menawarkan solusi yang sama: Beri kami lebih banyak uang dan lebih banyak kekuatan dan kami akan memperbaiki masalahnya. Hal ini tidak pernah terjadi, tentu saja, karena masalah ini disebabkan oleh uang dan kekuasaan para politisi yang sama.